Tok tok
“Ya?” Seorang gadis bersurai
pirang membukakan pintu, “Hora, Yuki-chan, datang menunggu Li-kun seperti biasa
hmm?”
Yuki mengangguk dan tersenyum,
“Semuanya kelihatan sibuk ya, Mitsuki-chan.”
Mitsuki mengangguk, “Festival
kebudayaan akan tiba sebentar lagi, semua orang antusias dan tentu saja osis
harus bekerja keras. Nah, ayo masuk, Li-kun ada di ruangannya.”
Yuki menapakkan kakinya ke ruangan
itu dan membungkukan badannya menyapa anggota osis lain yang sedang mengerjakan
tugas di ruangan itu. Ia memasuki ruangan di bagian samping, ruangan tersebut
adalah ruang ketua osis, ruangan dimana Syaoran berada.
“Syaoran-kun?” Yuki mengintip dari
balik pintu. Syaoran mengalihkan pandangannya sebentar dari berkas yang sedang
digelutinya untuk melihat siapa yang datang. Syaoran tersenyum lembut begitu
mengetahui Yuki yang datang, “Yuki, masuklah.”
Yuki menutup pintu dan duduk di
sofa depan. “Syaoran, dimana Futoshi?”
“Hmm? Neneknya sakit jadi dia
tidak masuk sekolah hari ini.”
Yuki mengangguk, dan ketika dilihatnya
Syaoran kembali menekuni berkas di tangannya. Yuki mengerti, sebagai ketua
osis, Syaoran selalu sibuk. Festival kebudayaan akan datang sebentar lagi,
ditambah sang wakil ketua osis---Futoshi, tidak masuk sekolah. Syaoran pastilah
sangat sibuk.
Yuki mengeluarkan buku gambar dari
tasnya dan mulai membuat sketsa. Sudah dua bulan dia menjadi kekasih Syaoran,
dan semenjak saat itu juga setiap pulang sekolah dia menunggu Syaoran untuk
pulang bersama. Awalnya Syaoran keberatan dan menyuruh Yuki untuk pulang
terlebih dahulu bersama teman-temannya.
“Mou! Miyuki harus les musik dan dia selalu dijemput Rain-san,
sementara Erika harus mengikuti kegiatan klubnya, kita sering tidak bisa pulang
bersama,” Cercah Yuki ketika Syaoran menyampaikan rasa keberatannya.
“Yuki, kau akan bosan karena menungguku, ini akan lama…” Sahut Syaoran.
“Tidak akan, aku bisa sabar untuk menunggumu selesai dengan urusanmu. Lagipula
saat ini sedang marak-maraknya penculikan gadis lalu bisa kau bayangkan
bagaimana…”
“Baiklah Yuki, kau pulang denganku,” potong Syaoran cepat. Dan Yuki pun
bersorak menang dalam hati.
Jadi disinilah Yuki. Untuk
menghilangkan rasa bosannya, Ia selalu membawa buku gambarnya kemanapun ia
pergi. Asalkan ada buku gambar itu, semuanya akan terasa mudah untuknya. Waktu
pun tidak akan terasa lama ketika Ia sedang menggambar.
Tapi tak lama kemudian ia
mendengar Syaoran mendeham. Ia pun memalingkan wajahnya dari buku gambar
kesayangannya.
“Ada apa, Syao?”
Syaoran hanya bisa menghela
nafasnya, “Yuki, aku jenuh.”
Yuki memiringkan kepalanya.
Bingung. “Lalu apa yang harus aku lakukan untuk membantumu mengusir rasa
jenuhmu?”
Syaoran berfikir dan kemudian
tersenyum. “Kemarilah,” katanya kemudian.
Yuki berdiri dan menghampiri
Syaoran. Tapi sebelum Yuki berada tepat di sebelah Syaoran, Syaoran menarik
Yuki dan langsung memeluk gadis itu. Ia membenamkan kepalanya dengan nyaman di
perut Yuki.
“S… Syaoran-kun?!!” Rona merah
memenuhi pipi Yuki. Ada rasa bahagia menggelitiki perutnya.
“Ssst, sebentar saja.”
Yuki tersenyum lembut, “Syaoran
pasti kelelahan karena berkas proposal yang menumpuk itu.” Ujarnya dalam hati.
Tangannya mengusap lembut kepala Syaoran.
“Yuki.”
“hmm?”
“Telepon ibumu dan beritahu kau
akan pulang terlambat, kita makan malam di luar,” Syaoran mengangkat wajahnya
dan menatap dalam manik amethyst Yuki.
Yuki kaget dan kemudian menggulung
tersenyum. Ia tahu, sesibuk apapun, Syaoran pasti akan selalu menyempatkan
waktunya untuk dirinya.
“Hai…” Yuki kembali menyandarkan
kepala Syaoran di perutnya.
CTRAK! GUBRAK!!!
Serentak Yuki dan Syaoran melepaskan
pelukannya masing-masing dengan wajah merona.
Pintu ruangan ketua osis terbuka
lebar dan terpampanglah setumpuk manusia kini tengah memenuhi ambang pintu
tersebut.
“Masayoshi, kamu berat tau ngga
jangan dorong-dorong!”
“Mika yang mendorongku duluan.”
“Apaan sih..”
Tapi kemudian mereka diam karena
merasakan aura hitam memenuhi ruangan tersebut dan deathglare yang begitu
menusuk dari sang ketua osis.
“Kalian… Aku tambah pekerjaan
kalian dan untuk malam ini kalian tidak kuijinkan pulang.”
“O-oi, Syaoran kau pasti tidak…”
“Untuk satu minggu.” Potong Syaoran.
Kemudian terdengar jeritan
frustasi memenuhi ruangan tersebut.
Yang jelas waktu tak bisa flash back :D
ReplyDeletesalam kenal gan,,
kalau berkenan mampir ke blog saya :-)